Selasa, 13 Maret 2012

Saya dan Angan-angan


Pemerintah sedang merencanakan menyeragamkan satu zona waktu untuk seluruh Indonesia. Alasannya adalah masalah efektivitas perdagangan demi kesempatan pertumbuhan ekonomi. Lalu berbagai pendapat dari masyarakat pun berdatangan. Pendapat yang paling ekstrem adalah membunuh negara Indonesia dan memecahnya menjadi negara Sumatra, negara Jawa, negara Sulawesi dan seterusnya. Tak terbayang bagaimana saya hanya untuk pulang ke rumah menggunakan paspor. Apakah memang tak ada harapan untuk negeri bersemboyan Bhineka Tunggal Ika ini? Seburuk apapun negeri kita, sebodoh apapun warga negara negeri kita di akal pikir masyarakat dunia, ini tetap negeri kita. Semenjak lahir kita minum air dari tanah negeri ini. kita mewarisi gen nenk moyang dari negeri ini. Kita harus tetap berterimakasih dan berusaha membuat negeri ini semakin baik. Bukan menyerah dan ingin membuyarkannya. NKRI. Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lalu ada lagi kabar yang memberitakan di berbagai daerah warganya menolak kehadiran salah satu ormas besar yang aktivitasnya berlandasan agama. Indonesia mengakui 6 agama dan kepercayaan. Hanya enam yang bisa resmi dicantumkan di KTP. Walaupun ada pasal jelas di Undang-Undang Dasar 1945 bahwa seluruh warga negara berhak beribadah dan menganut kepercayaannya masing.masing. Apakah satu agama bisa berbahaya bagi agama lain. TIDAK. semua agama mengajar kebaikan menurut saya. Kita yang biasanya tidak tahu sesuatu akan cenderung membencinya. Begitu pula dengan kejadian di daerah-daerah dan juga demo di jakarta 14 Februari lalu. Mereka yang memerotes akan kehadiran ormas tersebut bukan membenci agama, tetapi membenci anggota ormas yang bertindak sewenang-wenang atas nama agama. Waktu kita kecil kita selalu dijejali kata-kata TOLERANSI, TENGGANG RASA, TEPA SELIRA. Apakah kata-kata itu hanya sekadar kata wajib di buku PPKn dan tak ada makna yang hanya berupa hegemoni lain dari sebuah rezim?

Beberapa waktu terakhir kata GALAU sedang menasional - menjadi trend - dan komoditi hiburan. Berterimakasihlah pada Twitter, jika belum popular lewat twitter tandanya suatu trend belum dianggap trend. Walaupun twitter sering "membunuh" orang-orang terkenal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar